Saturday, December 27, 2008

Pesona Toraja (1)

TORAJA memang menyimpan magnet magis. Situs-situs prasejarahnya yang berupa makam-makam kuno di perbukitan, tak pernah membosankan untuk dikunjungi walau telah berusia ratusan tahun.
Kalau anda termasuk orang yang “jirih” dengan hal-hal berbau kematian, rasanya tak ada salahnya anda menyimpan dulu ketakutan itu ketika berkunjung ke Tanatoraja. Atau boleh jadi, anda malah akan penasaran lantaran klan-klan keluarga yang hidup di Toraja justru menganggap kematian lebih istimewa daripada kelahiran atau perkawinan.
Buktinya, upacara penguburan sanak-keluarga dilakukan secara besar-besaran, bahkan menelan biaya ratusan juta rupiah. Usai upacara, jasad kemudian “dimakamkan” pada gua-gua atau bukit-bukit karst tak jauh dari tempat tinggal mereka. Pemakaman di bukit ini menyimbolkan agar arwah mereka yang telah “pergi” dapat segera sampai ke nirwana.
Sebaliknya, apabila keluarga yang ditinggalkan belum mampu melakukan upacara pemakaman, jasad yang telah kaku itu diletakkan di bagian atas tongkonan (rumah adat). Bagi penduduk Toraja, mereka yang telah meninggal belum sepenuhnya “pergi” sebelum upacara adat dilangsungkan.
Jika anda berkunjung ke Toraja, belum lengkap rasanya jika tak menyambangi Katekesu atau Londa yang merupakan makam gua terbesar di sana. Hanya diterangi lampu petromaks atau obor, pemandu akan mengantarkan anda melihat tulang-belulang manusia yang berserakan di dalam gua. Dari warnanya yang telah memutih, tengkorak dan tulang anggota tubuh itu kemungkinan telah berusia ratusan tahun.
Klan-klan suku Toraja hingga kini masih setia dengan tradisi itu. Meski kini mereka telah menanggalkan kepercayaan animisme dan dinamisme dan memeluk keyakinan tertentu seperti agama Nasrani, tradisi pemakaman dalam gua masih tetap dilakukan.

No comments:

Post a Comment