Thursday, November 1, 2007

Generasi Multimedia


CENTRINO
namanya. Ia keponakanku. Ayahnya, yang tak lain adalah abangku, mengambil nama prosesor terbaru keluaran Intel untuk memanggil buah hatinya. Nama itu terdengar janggal di telinga awam—termasuk keluargaku yang berkultur Jawa pesisiran. Namun, abangku yang teknisi komputer itu rupanya punya jawaban jitu.

‘’ Biar dia jadi anak yang cerdas, secerdas prosesor intel centrino,’’ katanya berkilah setiap kali ditanya.

Orang-orang yang mendengar jawaban itu, termasuk Bapak-ibuku pun, manggut-manggut sembari tersenyum.

Kini usianya sudah tiga tahun, sudah masuk TK pula. Dua pekan menjelang Lebaran kemarin, ia rajin menelponku. Rupanya ia ingin mendapat hadiah saat Lebaran.

‘’ Aku minta boneka Balbie (Barbie, Red-) yang warna bajunya ungu,’’ ujarnya setengah berteriak di ujung telpon.

‘’ Jangan lupa belikan pula CD cerita binatang dan lagu anak-anak berbahasa Inggris. Ia sudah hapal Twinkle-twinkle Little Star dan Are You Sleeping,’’ timpal ibunya.

Tak sulit menemukan pesanan keponakanku itu. Cakram pejal berisi lagu-lagu anak atau cerita binatang macam “Si Kancil”, “Petualangan Rimba”, atau legenda “Timun Mas” tersedia di toko-toko buku. Harganya pun diobral dari Rp 10 ribu sampai Rp 30 ribu saja per keping.



Lahir di abad millenium, Centrino ibarat menjadi generasi multimedia. Sewaktu masih berusia tiga bulan, ia sudah akrab dengan ring tone handphone dan musik yang diputar lewat i-Pod. Ayahnya gemar memutarkan komposisi Mozart atau Ludwig van Beethoven, untuk menidurkannya.
Lucunya, ketika mulai akrab dengan compact disk player, ia justru lebih suka mendengarkan lagu campursari.

‘’ Yangkung (eyang kakung, Red-), putelin Caping Gunung aja,’’ katanya.

Campursari pula yang bisa merayunya agar mau disuapi. Biasanya, begitu lagu Caping Gunung atau Yen Ing Tawang Ana Lintang mengalun, ia langsung duduk manis di atas sofa mungil singgasanya. Dan dengan khidmat, ia menyimak, sembari sarapan atau makan sore.

Tetapi sekarang seleranya sudah berubah. Ketika aku mengunjunginya dua pekan lalu, Centrino menunjukkan kebolehannya menyanyi “Balonku Ada Lima”, “Pak Polisi”, dan “Twinkle-twinkle Little Star”. Ia juga sudah lancar mengeja huruf dan angka dalam bahasa Inggris.

‘’ Baju Balbie ku walnanya palple (purple, Red). Kalo Balni (Barnie, Red-) warnanya green,’’ celotehnya sambil menunjuk boneka kadal hijau yang sedang beraksi di layar kaca.

Bosan dengan film Barnie, dia cekatan membuka pemutar cakram dan menggantinya dengan CD lagu anak-anak. Ibunya bilang, Centrino sekarang juga sudah bisa menghidupkan dan men-shut down- komputer sendiri.

Sayang, rumah abangku yang terletak di sebuah kompleks baru membuatnya terasing dari kawan-kawan sebayanya. Bermain dengan kawan-kawan kecilnya hanya ketika ia berada di sekolah. Sesekali, jika saudara-saudara sepupunya datang, barulah ia main gundu atau tali tampar. Selebihnya, ia hanya ditemani boneka Barbie, game komputer, atau Barnie Si Kadal Hijau dari layar televisi. (--*--)